Minggu, 30 Oktober 2011

Tegoran dan Hajaran Tuhan (4)

Bacaan hari ini: Wahyu 3:14-22 (lanjutan)
“Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah.” (Wahyu 3:19)

Allah menegor, bahkan menghajar ketika kita melakukan kesalahan dan dosa, oleh karena Dia sayang kepada kita. Allah mau supaya kita merelakan hati mengaku kesalahan dan bertobat. Tujuan utama dari tindakan Allah tersebut adalah pertobatan hidup kita. Tetapi, apakah yang dimaksud dengan pertobatan itu?

Seringkali orang berpikir bahwa mengaku dosa adalah pertobatan. Tapi itu adalah separuh kebenaran. Pertobatan sejati bukan hanya sekadar mengaku dosa saja, tapi juga disertai dengan tindakan nyata lainnya; yakni berubah arah, kembali kepada jalan Allah, kembali melakukan apa yang benar dan bukan hanya berhenti melakukan kesalahan saja.

Firman Allah (Alkitab) bukan saja berfungsi untuk mengajar dan menyatakan kesalahan saja, tetapi juga untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran (2Tim. 3:16). Allah bukan hanya mau kita mengakui kesalahan kita, tetapi juga memperbaiki kesalahan dengan cara mengarahkan hidup dan pelayanan kita kembali ke dalam kebenaran, dalam jalan-Nya sendiri. Allah mengijinkan kita melakukan kesalahan, kemu-dian Dia akan menegor dan membimbing kita kembali ke dalam kebenaran—itu adalah pengalaman pertumbuhan rohani yang sesungguhnya.

Pertobatan sejati bukan saja melibatkan unsur pengakuan, tapi juga keinginan untuk kembali pada jalan Allah, mengerjakan kembali panggilan Allah yang semula. Gereja Laodikia harus kembali mengerjakan fungsi dan panggilannya, demikian juga dengan setiap institusi, keluarga, dan pribadi-pribadi Kristen. Setiap orang bisa melakukan kesalahan, tapi setiap orang percaya yang sejati juga harus mempunyai hati yang peka, kerelaan untuk bertobat dan kembali kepada Allah. Bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda kembali mengerjakan kebenaran-Nya? Itulah yang menjadi kerinduan Tuhan atas kita, anak-Nya. Karena itu, marilah kita menghidupi kebenaran-Nya, dan bukan sekadar mengakui kesalahan kita di hadapan-Nya, sebab Allah tidak menghendaki kita sebagai orang yang tahu kebenaran, tetapi pelaku kebenaran.

STUDI PRIBADI: Apa arti pertobatan yang sesungguhnya; apakah hanya sekadar menyesali kesalahan, atau memperbaiki yang salah dengan mengerjakan yang benar? Alasannya?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi setiap orang Kristen supaya mereka tidak saja mengetahui kesalahan mereka, tapi juga mau berbalik dari kesalahan mereka dan hidup bagi kebenaran Allah, sehingga mereka menyukakan hati Allah.

Tegoran dan Hajaran Tuhan (3)

Bacaan hari ini: Wahyu 3:14-22 (lanjutan)
“Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah.” (Wahyu 3:19)

Allah menegor dan menghajar kita karena kasih, tetapi tindakan Allah yang baik ini tidak selalu mudah ditangkap oleh yang bersangkutan, baik secara pribadi, di dalam lingkup keluarga, maupun organisasi yang lebih besar. Contoh kehidupan umat Allah yang tercatat dalam Alkitab dan kesaksian hidup kita sendiri membuktikan bahwa memang tidak begitu mudah untuk dapat memahami kebenaran agung ini. Mengapa begitu?

Pertama, karena ini berhubungan dengan kepekaan untuk menyadari kesalahan diri sendiri. Kedua, juga berhubungan dengan kerelaan untuk mengakui kesalahan. Sekalipun kita peka atau tahu, bahwa kita telah melakukan kesalahan, namun seringkali kita tidak memiliki kerelaan untuk mengakuinya di hadapan Tuhan; bahwa kita cenderung mengabaikannya. Sulitnya kita melakukan keduanya, karena keduanya berhubungan dengan ego kita yang begitu sensitif. Mengetahui suatu kesalahan adalah lebih mudah, karena itu bergantung pada pengetahuan kita tentang benar atau salah; tapi untuk mau menyadari dan mengakuinya adalah jauh lebih sulit karena dominasi ego atas diri manusia, begitu kuat. Namun, itulah yang Allah harapkan dari kita; agar kita mau menyadari dan mengakuinya!

Orang berubah menjadi lebih baik, bukan hanya pada saat dia tahu tentang yang benar dan yang salah, tapi justru dimulai ketika dia menyadari dan mengakui kesalahannya. Respons hati terhadap tegoran Tuhan, itulah titik awal dari perubahan hidup yang sejati. Allah menegor kesalahan anak-anak-Nya, dan Allah mau supaya anak-anak-Nya menyadari apa yang sedang terjadi, dan mengakuinya.

Orang lebih mudah melihat dan menilai suatu kesalahan yang dilakukan orang lain, tapi sulit menyadari dan mengakui kesalahan dirinya, sehingga tidak ada perubahan terjadi dalam hidupnya. Hal ini membutuhkan kepekaan hati kita untuk menyadari suatu kesalahan, dan membutuhkan kerendahan hati untuk mengakui kesalahan. Semua itu, jika kita lakukan, akan mendatangkan rasa malu dan sakit, tetapi Allah menuntut respon demikian, karena Dia ingin kita menjadi baik dan berkenan kepada-Nya.

STUDI PRIBADI: Apa yang membuat kita tidak peka terhadap kesalahan kita? Apa yang membuat kita tidak mau mengakui kesalahan?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi pemuda/i Kristen agar mereka memiliki kepekaan terhadap kesalahan serta kerendahan hati untuk mengakuinya di hadapan Tuhan, sehingga mereka menjadi taat kepada Tuhan sejak masa muda.

Tegoran dan Hajaran Tuhan (2)

Bacaan hari ini: Wahyu 3:14-22 (lanjutan)
“Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah.” (Wahyu 3:19)

Allah menegor dan menghajar bukan karena tersinggung, sakit hati, atau marah, tapi karena Dia mengasihi kita, dan Dia melakukannya demi kebaikan kita. Allah tidak mau kita terus dalam kesalahan, hati menjadi semakin keras, kemudian melakukan kesalahan yang lebih besar lagi; karena semua itu hanya akan membawa kita terpuruk semakin dalam, semakin jauh dari Tuhan, semakin gagal, dan hidup semakin menderita.

Ketika kita melakukan kesalahan, seringkali kita tidak sadar apa akibat buruknya. Karena itu kita cenderung meremehkan kesalahan, membiarkan satu kesalahan berkembang kepada kesalahan yang lainnya. Namun Allah mengetahui secara komprehensif segala konsekuensi buruk dari suatu tindakan kesalahan yang kita lakukan. Allah tahu bahwa efek domino dari suatu dosa pada akhirnya adalah kehancuran total, dan Dia sama sekali tidak rela hal tersebut terjadi atas gereja-Nya, atas kehidupan anak-anak-Nya yang Dia kasihi.

Allah begitu mengasihi gereja dan orang-orang percaya sehingga Dia rela mengorbankan Anak-Nya sendiri untuk menebus kembali semuanya. Dia begitu peduli dengan umat pilihan-Nya, sehingga Dia tidak bisa tinggal diam. Seorang bapak atau ibu yang baik, pasti akan menegor, mencegah atau memperingatkan anaknya ketika anaknya mulai melupakan nasihat mereka dan memilih untuk melakukan hal-hal yang dia senangi, sekalipun hal itu adalah salah dan berbahaya. Orang tua yang sayang kepada anak, tidak rela melihat anak mengalami akibat buruk dari kesalahannya. Hanya orang tua yang bodoh, yang membiarkan anak-anaknya melakukan kesalahan yang membawa mereka kepada kehancuran.

Allah mengasihi anak-anak-Nya dengan kasih yg sempurna. Didorong oleh kasih yang begitu besar dan tulus, Allah tidak membiarkan gereja dan anak-anak-Nya, hidup terus-menerus dalam kesalahan. Dia menegor dan menghajar kita demi kasih-Nya; semua itu dilakukan-Nya untuk kebaikan kita, anak-Nya, agar kita dapat senantiasa hidup memuliakan Dia. Marilah kita menyadari hal ini!

STUDI PRIBADI: Mengapa Allah memberikan teguran dan hajaran-Nya kepada kita? Apa tujuan teguran Allah bagi kita, untuk mencelakai atau memperbaiki kita?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi mereka yang sedang mengalami didikan Tuhan agar mereka tidak memberontak, tetapi tetap percaya akan kasih Tuhan, yang sekalipun menghajar, Tuhan yang akan membalutnya.

Tegoran dan Hajaran Tuhan (1)

Bacaan hari ini: Wahyu 3:14-22
“Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah.” (Wahyu 3:19)

Gereja Laodikia adalah gereja yang telah kehilangan fungsinya, karena dalam kekayaannya mereka telah melupakan Tuhan. Perihal menjadi kaya sendiri bukanlah suatu kesalahan, tetapi melupakan dan mengabaikan Tuhan merupakan kesalahan yang fatal, karena ketika Tuhan sudah tidak menjadi pusat lagi, maka semua yang dilakukan sudah tidak ada lagi maknanya.

Tuhan tidak mengabaikan kesalahan, apalagi yang dilakukan gereja-Nya. Kadang untuk sesaat Tuhan mendiamkan, tetapi ketika kesalahan itu dilakukan sampai pada titik tertentu, Allah akan bertindak. Ia akan menegor dan menghajar Gereja dan orang-orang yang dikasihi-Nya.

Tuhan menegor dengan cara halus, melalui peringatan-peringatan tertentu, baik melalui firman-Nya, maupun melalui kejadian-kejadian yang bersifat negatif, seperti ketidaklancaran atau kegagalan hidup. Sekalipun tantangan, kesulitan, sakit penyakit dan kegagalan hidup, tidak selalu berarti Tuhan sedang menegor, kadang Tuhan memakai hal itu untuk menguji dan melatih iman kita. Tuhan juga bisa memakai semuanya itu untuk menegor kesalahan umat-Nya. Ketika peringatan atau tegoran yang ringan dari-Nya tidak ditangkap dengan baik, maka Tuhan bisa memakai cara yang lebih keras; Dia menghajar!

Karena itu, janganlah cepat bersungut-sungut atau bahkan menyalahkan Tuhan atas pengalaman hidup yang tidak baik, atau peristiwa buruk yang menimpa kita. Adalah jauh lebih baik kalau kita belajar menjadi lebih peka terhadapan kehendak Tuhan. Ketika gereja, keluarga, atau kehidupan pribadi mengalami “masalah,” barangkali itulah saatnya di mana Tuhan ingin kita mengevaluasi kembali hidup maupun pelayanan kita, barangkali semua itu terjadi karena hidup dan pelayanan kita telah kehilangan fungsi yang semula, seperti jemaat di Laodikia. Dia menegor dan menghajar, ketika kita melakukan kesalahan. Bagaimana dengan kehidupan Anda hari ini? Belajarlah peka terhadapan kesalahan yang kita lakukan dan tegoran yang Tuhan berikan kepada kita!

STUDI PRIBADI: Bagaimana cara Allah menegor umat-Nya yang berbuat salah pada-Nya? Apakah setiap persoalan yang menimpa kita berarti Allah sedang menegor kita? Alasannya!
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi jemaat agar mereka memiliki kepekaan terhadapan didikan dan tegoran Tuhan dalam hidup mereka sehingga mereka dapat mengalami pertumbuhan rohani dan pengenalan yang baik terhadap Tuhan.

Jumat, 16 September 2011

RENUNGAN (30 september 2011)

Alkitab: Firman Allah

Bacaan hari ini: 2 Timotius 3:15-17
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (2 Timotius 3:16)

Kehidupan kita sebagai orang Kristen sangat membutuhkan Alkitab; bukan karena kita tidak mempunyai kepandaian atau pengalaman hidup, tetapi karena Alkitab adalah firman Allah. Isi Alkitab, bukan sebagian berisi firman Allah dan sebagian lainnya bukan; atau beberapa kitab adalah karya Allah, sebagian lagi karya manusia. Tidaklah demikian! Alkitab adalah firman Allah, karena:

Pertama, Alkitab diilhamkan oleh Allah sendiri. Dalam bahasa Yunani, kata “diilhamkan,” memakai kata “theopneustos,” yang secara literal berarti “dinafaskan oleh Allah.” Pengertian istilah ini menunjukkan bahwa Alkitab dalam bentuk awalnya (autographa) adalah hasil atau produk dari pengilhaman Allah. Karena itu, muncul sebuah istilah yang menjelaskan hal ini, yaitu “what scripture says, God says” (apa yang Alkitab katakan, itu juga yang dikatakan Allah). Dalam Alkitab, ungkapan “Allah berkata” dan “Alkitab berkata” dipakai secara bergantian (misalnya dalam Kej. 12:3 dan Gal. 3:8; Kel. 9:16 dan Rm. 9:17; Kej. 2:24 dan Mat. 19:4-5; Mzm. 16:10 dan Kis. 13:35; Mzm. 104:4 dan Ibr. 1:7).

Kedua, sekalipun Alkitab ditulis oleh manusia dari latar belakang yang berbeda, tetapi apa yang mereka hasilkan (Alkitab) adalah karya Allah, atau firman Allah yang menyatakan kehendak-Nya bagi keselamatan manusia (bdk. 2Ptr. 1:20-21). Alkitab (PL dan PB) bukan rekayasa manusia, tetapi firman Allah, karena ide yang tertuang dalam Alkitab memiliki satu gagasan utama dan satu kesatuan, yaitu karya penebusan yang dikerjakan oleh Kristus. Tidak mungkin, dari era yang berbeda dan konteks kehidupan yang berbeda, dapat terjalin gagasan yang harmoni dan kontiniu yang dihasilkan manusia, kecuali jika Allah yang berada di baliknya.

Jadi, karena Alkitab adalah firman Allah, maka Alkitab adalah penuntun yang dapat dipercaya bagi kehidupan kita. Mulailah membaca Alkitab dan merenungkannya, sehingga kita beroleh petunjuk yang benar dan tuntunan hidup yang berguna, sesuai kehendak Allah. Jadikanlah Alkitab bacaan kesukaan kita, agar kita menjadi bijak.

STUDI PRIBADI: Mengapa Alkitab adalah firman Allah? Bukanlah Alkitab ditulis sendiri oleh manusia? Jelaskan! Apa manfaat kita merenungkan firman Allah?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi jemaat Tuhan agar mereka rajin membaca Alkitab sehingga memimpin mereka kepada kebenaran, dan mereka pun hidup memuliakan Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan.

RENUNGAN (29 september 2011)

Pentingnya Mata Rohani

Bacaan hari ini: 1 Samuel 17:40-54
“Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam...” (1 Samuel 17:45)

Secara umum manusia memiliki kecenderungan untuk lebih mudah melihat dan bersandar pada apa yang kelihatan dengan mata jasmaninya, daripada apa yang tidak kelihatan. Dalam kasus pertempuran antara Goliat dan Daud, kita menemukan bahwa keduanya memiliki cara penilaian yang berbeda, ketika mereka saling berhadapan sebagai lawan.

Pertama, Goliat. Jika kita hidup pada masa itu dan ditanya, “manakah yang akan memenangkan pertempuran, apakah Goliat dan Daud?” Maka kita akan lebih mudah mengatakan, “Goliatlah pemenangnya!” Mengapa demikian? Sebab dari ukuran perawakan, secara di pandang mata, Goliat memang jauh lebih besar dan kuat daripada Daud (1Sam. 17:4-7); bahkan Goliat sendiri meremehkan Daud, karena perawakannya yang masih muda dan senjata yang dibawanya juga tidak sebanding dengan miliknya (1Sam. 17:42-43). Dan, inilah cara penilaian/pandang, yang seringkali juga kita lakukan. Kita tidak begitu yakin dengan apa yang kita miliki, bahkan ketika persoalan menghadang, kita mengukurnya dari kekuatan kita sendiri, dan melupakan Tuhan!

Kedua, Daud. Berbeda dari Goliat, Daud tidak melihat pertempuran tersebut dari ukuran kekuatan jasmaniah, atau senjata yang dimilikinya. Ia melihat pertempuran itu dari “mata rohaninya,” bahwa apapun senjata yang dimilikinya, jika Tuhan di pihaknya, ia tidak perlu takut. Secara jasmaniah, Daud kalah dalam segalanya, tapi di balik ketidak-proporsionalan senjatanya, ada Tuhan yang berkuasa memberikan kemenangan padanya (1Sam. 17:45-47). Keberhasilan atau kemenangan umat Tuhan tidak bergantung pada kekuatannya sendiri ataupun apa yang ia miliki, tetapi terletak pada Tuhan yang menyertainya.

Bagimana dengan kita? Apakah kita mempercayai Allah, terlibat aktif di balik setiap hal yang kita hadapi? Janganlah kita berkecil hati; jika secara jasmaniah kita sangat lemah dan tidak mungkin menyelesaikan persoalan kita. Pandanglah Tuhan yang menuntun kita; Ia baik dan memberikan yang terbaik bagi hidup kita (Rm. 8:28).

STUDI PRIBADI: Siapakah yg menjadi sumber kemenangan Daud dalam melawan Goliat? Apakah kekuatan yang besar dapat menjadi jaminan keselamatan hidup kita? Alasannya!
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi tiap orang Kristen agar tidak menghadapi masalah dengan mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi bersandarkan pada kuasa Tuhan sehingga mereka senantiasa menaruh harap kepada-Nya.

RENUNGAN (28 september 2011)

Yang Terbaik Bagi Tuhan (3)

Bacaan hari ini: Imamat 1:1-17 (lanjutan)
“Hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” (Efesus 5:2)

Korban bakaran yg dibakar oleh imam di atas mezbah, menimbulkan bau yang menyenangkan hati Tuhan (ay. 9, 13). Pertanyaannya: “Bagaimana caranya persembahan itu bisa menimbulkan bau yang menyenangkan hati Tuhan? Apa resepnya, sehingga bau persembahan itu disenangi Tuhan?” Jawabannya adalah: Karena persembahan itu sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki, Sang Penentu Kelayakan itu sendiri.

Prinsip ini jugalah yang dapat kita lihat dalam soal natur keberdosaan manusia yang kemudian dilayakkan oleh Allah untuk menerima keselamat-an dan menyembah Dia. Manusia tidak memperoleh keselamatan dengan cara dan usahanya sendiri, tetapi harus dengan cara Allah. Manusia yang berdosa tidak mungkin dapat memberikan persembahan diri yang sesuai dengan tuntutan Allah. Tuntutan-Nya adalah kesempurnaan, karena Dia adalah sempurna. Oleh sebab itu, Allah sendiri datang ke dalam dunia ini untuk kemudian menjadi korban pendamaian bagi manusia yang tidak berdaya itu. Persembahan yang sejati hanya ada di dalam kesempurnaan Kristus saja, Anak Domba Allah yang tak bercacat, yang hanya oleh-Nya, manusia memperoleh kelayakan untuk menimbulkan persembahan yang baunya menyenangkan hati Tuhan.

Karena itu, dalam hal ini, tidak seorangpun boleh merasa bahwa dirinya yang lebih “baik” dari orang lain, atau persembahannya yang lebih banyak dan lebih “baik” dari orang lain, sebagai sesuatu hal yang membuat-nya lebih layak di hadapan Tuhan, dibandingkan orang lain. Karena, pada dasarnya memang setiap kita telah dilayakkan dan dimungkinkan untuk dapat memberikan persembahan yang layak, hanya semata-mata karena pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Hanya dengan pengorbanan Kristus, kita dapat mempersembahkan hal yang seturut dengan tuntutan-Nya. Hal yang dapat kita lakukan saat ini adalah mensyukuri pengorbanan Kristus itu dan dengan rendah hati berjuang untuk menjaga agar apa yang sudah dikaryakan Kristus itu, tidak ternodai dengan cara hidup kita yang sembarangan.

STUDI PRIBADI: Apa yg membuat persembahan atau pelayanan kita berkenan pada Allah? Mengapa setelah memberikan yang terbaik kepada Tuhan, kita tidak boleh berbangga diri?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi setiap orang Kristen agar ketika mereka telah melayani dan memberikan persembahan yang terbaik, mereka tetap sadar bahwa semua itu adalah karena kemurahan Tuhan yang diberikan kepada mereka.

RENUNGAN (27 september 2011)

Yang Terbaik Bagi Tuhan (2)

Bacaan hari ini: Imamat 1:1-17 (lanjutan)
“Demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Roma 12:1)

Korban bakaran disebut juga sebagai kurban yang terbakar seluruhnya (whole offering), sebab seluruh binatang korban harus dibakar atau dihabiskan oleh api, termasuk kepala, kaki, lemak dan organ-organ dalam—kecuali kulitnya yang menjadi milik sang imam (Im. 7:8). Dari ketentuan ini, dapat dilihat pelajaran penting tentang penyerahan yang total dalam hal persembahan pada Tuhan. Seseorang yang memberikan korban bakaran diajar untuk menyampaikan dedikasi penuhnya kepada Tuhan.

Pemberian yg berdedikasi penuh bukan berarti hendak mengajarkan pada umat untuk tidak memiliki harta, atau untuk hidup miskin tanpa suatu barang milik apapun, tetapi hendak mengajarkan arti penting dari “ketaatan dan kesiapan seorang penyembah, yang menggambarkan suatu sikap yang tunduk berserah kepada Tuhan.” Umat Israel (juga orang Kristen hari ini) dapat mengingat akan bagaimana dedikasi penuh dari Abraham leluhur mereka saat diuji, yaitu bukan dengan tuntutan untuk menyerahkan semua harta miliknya, tetapi untuk memberikan anak yang dikasihinya sebagai korban bagi Tuhan. Tuntutan itu adalah menguji ketaatan dan kesiapan Abraham untuk tunduk berserah kepada Tuhan. Ia memang sudah membe-rikan banyak hal yang baik bagi Tuhan, tetapi yang Tuhan ingin adalah dedikasi penuh.

Bagaimana dengan diri kita? Ada kalanya, orang Kristen yang sudah mengambil bagian dalam pelayanan dan persembahan, merasa diri sudah cukup memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Orang yang seperti ini akan sulit menerima, jika suatu kali Tuhan meminta sesuatu hal yang lebih dari apa yang dianggapnya terbaik. Tuhan menuntut adanya dedikasi penuh, agar kita sadar bahwa segala milik kita dan segenap keberadaan kita saat kita hidup di dunia adalah milik Tuhan. Karena itu, kita harus mau untuk selalu taat dan siap atas apapun yang Tuhan ingin dari kita, untuk kita berikan dan lakukan bagi Dia. Sebaliknya, ketidaksiapan dan ketidaktaatan kita akan menunjukkan bahwa sebenarnya kita memang belum pernah memberikan totalitas hidup kita itu kepada Tuhan.

STUDI PRIBADI: Apa arti dari “dedikasi penuh” yang Tuhan kehendaki dari kita? Mengapa kita harus memberikan sesuatu dengan dedikasi yang penuh kepada Tuhan?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi jemaat agar mereka tidak tinggi hati ketika mereka telah memberikan pemberian yang terbaik bagi Tuhan, sebaliknya mereka rendah hati dan semakin berdedikasi penuh pada Tuhan.

RENUNGAN (26 september 2011)

Yang Terbaik Bagi Tuhan (1)

Bacaan hari ini: Imamat 1:1-17
“Maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela...” (Kejadian 17:1)

Korban bakaran adalah korban yg paling umum dilakukan dari semua korban yang dipersembahkan oleh umat Israel. Korban ini diadakan dengan tujuan sebagai pendamaian bagi dosa secara umum, sekaligus ketaatan dan penyerahan sipenyembah kepada Tuhan. Salah satu pelajaran penting dari persembahan korban ini adalah berkenaan dengan persyaratan (jenis dan kondisi) binatang yang boleh dipersembahkan. Tuhan telah menentukan tiga golongan binatang, yaitu: lembu, kambing-domba dan burung (jenis burung dikhususkan bagi mereka yang kurang mampu). Tuhan tegas menyatakan bahwa jenis ternak yang dipersembahkan harus yang jantan, plus tidak bercela. Mengapa demikian?

“Jantan dan tidak bercela” di sini menunjukkan suatu kualitas yang terbaik. Jantan dianggap menunjukkan nilai yang lebih besar dari betina, juga melambangkan kekuatan serta kesuburan. Adapun kondisi yang tidak bercela jelas melambangkan kesempurnaan. Dengan pemberian korban ini, umat Israel akan belajar tentang siapa Allah yang mereka sembah. Allah itu kudus dan sempurna, sehingga tidak bisa tidak, Dia hanya cocok untuk menerima dan menuntut hal yang sesuai dengan keberadaan-Nya itu.

Demikian pula dari jenis binatang ini, kita belajar bahwa Tuhan tidak pernah menuntut kesamaan dari semua orang, karena setiap orang me-miliki kemampuan yang berbeda-beda, tetapi Tuhan menuntut yang sama, yaitu “kualitas yang terbaik.” Tuhan menuntut persembahan yang terbaik, pelayanan yang terbaik, serta kualitas hidup Kristen yang terbaik, karena memang Dia adalah Allah yang sempurna dan yang layak menerima yang terbaik dari umat-Nya.

Bagaimana dengan kita? Mari kita berhenti membanding-bandingkan jumlah persembahan, jenis pelayanan atau kehidupan kita dengan orang lain. Jangan merasa diri lebih mampu ataupun lebih baik dari orang lain. Sebaliknya, mulailah mengevaluasi diri, apakah segala sesuatu yang kita lakukan bagi Tuhan, merupakan pemberian yang terbaik; yang seharusnya dipersembahkan kepada-Nya?

STUDI PRIBADI: Mengapa dalam memberikan korban kepada Tuhan, harus dengan syarat-syarat tertentu? Pelajaran apa yang kita peroleh dan dapat kita aplikasikan dalam hidup kita?
DOAKAN BERSAMA: Berdoa bagi jemaat agar mereka senantiasa hidup menyukakan hati Tuhan sesuai ukuran yang Tuhan telah berikan pada mereka, tanpa membanding-bandingkan kemampuan mereka dengan orang lain.

RENUNGAN (25 september 2011)

Tak Habis-habisnya Rahmat-Nya

Bacaan hari ini: Ratapan 3:22
“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya.” (Ratapan 3:22)

99% pemeliharaan umum Tuhan bagi kita adalah repetisius; artinya, terjadi “pengulangan demi pengulangan.” Misalnya, setiap pagi Tuhan menerbitkan matahari, ada musim hujan, bahkan Ia menyediakan oksigen, dan terus menyediakan makanan bagi kita. Tuhan tidak pernah berhenti melakukan hal ini secara rutin. Secara umum, inilah bukti tak berkesudahan kasih setia TUHAN. Ia memberikan apa yang kita perlukan, setiap hari!

Anda mungkin tidak menyadari bahwa Tuhan mengulang pemeliharaan-Nya hari lepas hari. Tuhan juga melakukan hal-hal yang rutin. Bosankah Dia? Wah, jika Dia bosan, celakalah kita! Bagaimana dengan Anda, apakah Anda merasa bosan dengan rutinitas? Marilah mencoba menghidupinya dan mengerjakan pekerjaan rutinitas dengan bersemangat dan sukacita. Ingatlah bahwa Tuhan sanggup menolong setiap kita dan tak habis-habisnya rahmat-Nya. Dengan pertolongan tangan Tuhan, kita akan ber-semangat dan bergairah mengerjakan rutinitas tersebut.

Seorang ibu pernah merasa bosan masak, “Mau masak apa hari ini? Kok rasanya resepnya itu lagi-itu lagi. Mau masak ayam goreng, kayaknya baru kemarin masak. Masak apa ya... aduh bosan aku!” Namun hari itu, ia berdoa, “Tuhan, masak apa hari ini?” Tiba-tiba Tuhan memberikan insight, ibu tersebut masak steak dan masakannya enak sekali! Padahal, seumur hidup sang ibu tidak pernah masak steak. Karena pertolongan Tuhan, apa yang membosankan berubah menjadi menyenangkan.

Bagaimana dengan Anda? Pada saat ini, Anda mungkin mengalami kebosanan, maka segera datang kepada Tuhan. Jika Anda datang dengan penuh kerendahan hati, jujur, tulus dan hati yang terbuka, maka Tuhan akan memimpin dan memberikan jalan keluar bagi Anda. Mungkin Anda bosan menjalani kehidupan pernikahan Anda, cobalah berdoa! Berdoalah dengan istri atau suami, “Tuhan kami perlu kesegaran, antusiasme dan dimensi baru dalam pernikahan kami. Kiranya Engkau menganugerahkan rahmat baru bagi kami berdua.” Nantikan jawaban Tuhan! Dia akan mencurahkannya bagi Anda berdua!

STUDI PRIBADI: Apakah artinya, bahwa “tak berkesudahan kasih setia Tuhan”? Apa yang Anda rasakan dari pengalaman kasih setia Tuhan dalam kehidupan Anda setiap hari?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi jemaat agar mereka senantiasa mengandalkan Tuhan dalam segala hal, termasuk hal-hal kecil dalam kehidupan mereka hari lepas hari, sehingga pengalaman bersama Tuhan boleh nyata dalam hidup mereka.

RENUNGAN (24 september 2011)

Family-Man

Bacaan hari ini: 1 Timotius 3:4
“Seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya.” (1 Timotius 3:4)

“Family-Man” adalah seorang (suami/ayah) yang kebahagiaannya “digali” dari keluarga. Sukacitanya memuncak ketika ia berada di tengah-tengah keluarga. Seorang Ayah, ketika hendak pulang kerja, tentu senang jika bertemu isteri dan anak-anak. Karena itu, ia ingin cepat-cepat sampai di rumah; “Home Sweet Home.”

Namun ada kalanya hal semacam ini tidak terjadi. Ketika waktu pulang kerja tiba, kita justru berseru, “Aduh, celaka!” Tampaknya, kita tidak ingin cepat-cepat pulang, atau justru kita senang berlama-lama di tempat kerja. Kita sibuk dengan diri sendiri atau pekerjaan kita. Bahkan, kita mencari-cari aktivitas yang tidak perlu, seperti makan dulu di kantor, atau ke cafĂ©, atau menyibukkan diri di gereja. Itulah sebabnya, kita kehilangan “relationship” dengan anggota keluarga kita.

Hari ini, apakah kita menjadi seorang Ayah semacam ini? Apakah kita adalah seorang pribadi yang gila kerja? Jika hal ini terjadi pada kita, maka sangat sulit bagi kita untuk dapat membangun kedekatan dengan keluarga. Untuk membangun kedekatan tersebut, kita harus memiliki wadah; atau ciptakanlah waktu spesial bagi keluarga! Keluarga sangat membutuhkan kebersamaan. Cobalah mengerti, luangkan satu waktu bersama isteri dan anak. Jika selesai kerja dan hendak ke café, sekali-kali kita dapat mengajak isteri dan anak-anak. Have fun bersama-sama.

Coba kita pikirkan, apa yang kira-kira akan mereka katakan ketika ajal kita datang. Apakah mereka akan berkata, “Ayah adalah seorang pekerja keras, dia selalu pulang malam, bahkan hari liburpun bekerja, tapi maafkan kami, kami tidak mengenal siapa engkau, Ayah!” Atau begini, “Ayah adalah seorang yang penuh kasih. Di tengah kesibukan, ia selalu memberikan diri ketika kami membutuhkannya. Dia seorang yang tegas, tahu bagaimana bersenang-senang bersama kami. Engkau akan selalu ada di dalam hati kami. Terima kasih Ayah, engkau telah mengajarkan kehidupan.” Manakah pilihan Anda? Mulai tentukan dari sekarang, apalagi jika hari ini hubungan suami-isteri agak renggang, usahakanlah lebih mendekat!

STUDI PRIBADI: Bagaimana sebaiknya hubungan seorang Ayah dengan anggota keluarga lainnya? Bagaimana cara Anda mengusahakan hubungan yang baik di antara mereka?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi pasangan suami-istri agar hidup takut Tuhan dan doakanlah para Ayah agar dapat memiliki relasi yang baik dengan isteri dan anak-anak mereka sehingga tercipta hubungan keluarga yang mesra.

RENUNGAN (23 september 2011)

Bejana yang Baik

Bacaan hari ini: Yeremia 18:1-6
“Pergilah dengan segera ke rumah tukang periuk! Di sana Aku akan memperdengarkan perkataan-perkataan-Ku kepadamu.” (Yeremia 18:2)

Kehidupan bergereja masa kini menunjukkan adanya gejala yang kurang baik. Artinya seringkali ditemukan, bahwa ada beberapa jemaat yang suka berpindah-pindah tempat ibadah, atau jemaat yang merasa tidak “berfungsi sebagaimana mestinya.” Padahal, Gereja adalah Tubuh Kristus yang terdiri dari banyak anggota, yang seharusnya memiliki (berperan sesuai) fungsinya masing-masing. Gejala di atas tentu dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan dalam proses pertumbuhan gereja tersebut. Namun salah satu sebab terjadinya kehidupan gereja yang kurang baik itu adalah “seperti bejana yang retak, yang harus dibuang dan disia-siakan!”

Ketika Allah berfirman pada Yeremia tentang bejana di tangan tukang periuk; ini menunjukkan sikap bangsa Israel yang pada waktu itu berada di tanah pembuangan Babel. Allah telah “membuang” mereka. Bangsa Israel telah berpaling kepada (mencari) illah atau dewa-dewa bangsa kafir; dan sikap ini tentu sangat menyedihkan hati Allah (ay. 11, 12). Oleh sebab itu, melalui firman-Nya, Nabi Yeremia mengingatkan bangsa pilihan Allah ini tentang: (1) Pikiran Allah. Yaitu Allah tidak pernah berpikir untuk membuang “bejana-bejana” yang retak, melainkan Allah akan membawa bejana-bejana tersebut untuk diperbaiki bahkan mungkin harus dihancurkan untuk dibentuk ulang. (2) Hati Allah. Yaitu Allah selalu merindukan relasi yang baik dengan Umat-Nya. Allah selalu menyatakan diri-Nya melalui firman-Nya, supaya umat-Nya dapat berelasi dengan baik dan memahami isi hati-Nya. (3) Kehendak Allah. Yaitu Allah selalu memiliki rencana pemulihan yang terbaik, yang diberikan pada “bejana-bejana yang retak” untuk kemuliaan-Nya. Meski, terkadang rencana pemulihan itu harus melalui api pemurnian sehingga bejana itu dapat menjadi bejana yang siap untuk dipakai sesuai dengan kehendak-Nya.

Bagaimana dengan kita? Ketika hidup kita mulai digambarkan sebagai bejana yang retak, jangan lagi kita berpaling dari Allah dan mencurigai-Nya; melainkan jadilah kehendak-Nya!

STUDI PRIBADI: Apa yang Allah lakukan untuk memperbaiki umat-Nya? Apa yang menjadi tujuan Allah mendisiplin umat-Nya?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi jemaat Tuhan agar mereka tidak menganggap bahwa Allah tidak peduli atas mereka ketika hidup mereka dibentuk kembali oleh Tuhan menjadi bejana bagi kemuliaan-Nya.

RENUNGAN (22 September 2011)

El Shaddai

Bacaan hari ini: Kejadian 17:1-3
“Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: Akulah Allah Yang Mahakuasa...” (Kejadian 17:1)

Apakah arti sebuah nama? Ada suatu ungkapan yang menunjukkan bahwa arti dari sebuah nama seseorang, adalah tidak penting. Atau, sebuah nama hanyalah sebutan (label) diri seseorang. Tentu saja, hal ini tidak sepenuhnya benar! Sebab apabila kita dengan serius memberi seseorang nama (sebutan), maka itu memiliki arti yang sangat penting. Kita dapat memahami orang lain melalui nama atau sebutan mereka. Misalnya saja nama Daud, adalah orang yang benar-benar mengasihi Allah dengan segenap hati; yang digambarkan sebagai seorang gembala, tentara, raja, penyair dan pemusik—hal ini memampukan kita untuk lebih mengenal sifat atau karakter serta kepribadiannya.

Dalam Alkitab, ketika Allah menyatakan diri-Nya dalam sebuah nama, itu berarti Allah sedang mengungkapkan jati diri, sifat, karakter dan karya-Nya kepada ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, ketika mempelajari nama-nama Allah, sebenarnya kita sedang menikmati kebersamaan dengan Allah dan memahami relasi-relasi yang penuh makna bersama-Nya.

Kejadian 17:1 menyatakan salah satu nama Allah, yaitu El Shaddai (Allah yang Maha Kuasa), di mana nama ini sangat mengokohkan iman Abraham terhadap janji-janji Allah yang telah diberikan kepadanya. Pada saat itu, Abraham sudah berusia 99 tahun, tapi masih belum mendapatkan anak sesuai dengan janji-Nya. Melalui penyataan Allah ini: (1) Allah hendak mengingatkan Abraham bahwa Allah hadir bukan saja sebagai Pencipta yang Perkasa, tapi juga Allah yg dapat menyediakan kebutuhan Abraham, seperti seorang Ibu yang memuaskan kebutuhan anaknya dengan menyu-suinya. (2) Allah juga hendak mengingatkan Abraham bahwa diri-Nya akan tetap Setia pada janji-Nya. El Shaddai adalah nama Allah, bukan semata-mata hanya identik pada Kuasa dan Kekuatan-Nya, tapi juga menunjukkan Kesetiaan-Nya dalam menggenapi janji-janji-Nya.

Hari ini, sampai seberapa jauh kita mengenal Allah yang kita sembah dan percayai dalam diri Kristus Yesus? Marilah kita belajar untuk semakin mengenal diri-Nya sesuai seperti yang tertulis dalam firman Tuhan.

STUDI PRIBADI: Mengapa kita harus mengenal Allah dengan benar? Lalu, apa dampak dari pengenalan yang benar tentang Allah?
DOAKAN BERSAMA: Berdolah bagi setiap orang Kristen supaya mereka memiliki kerinduan yang besar untuk belajar dan mengenal Pribadi, sifat dan karya Allah dalam hidup mereka sehingga mereka mempunyai hati yang mengucap syukur.

RENUNGAN (21 September 2011)

Berdoa Syafaat

Bacaan hari ini: Kolose 1:9-12
“Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu.” (Kolose 1:9)

Umumnya, banyak orang Kristen kurang memahami dan menyadari hal berdoa syafaat. Banyak orang Kristen, ketika berdoa syafaat, mereka hanya berdoa untuk kebutuhan secara fisik saja. Bahkan, banyak orang Kristen menolak dan menghindari untuk berdoa syafaat. Hal tersebut sangat terasa dalam aktivitas ketika kita beribadah kepada Allah, di mana kebanyakan umat Tuhan hanya berdiam diri saja.

Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose menyatakan dengan tegas bahwa, “kami tiada berhenti-henti berdoa (bersyafaat) untuk kamu” (ay. 9). Berdoa syafaat ini merupakan wujud nyata dari “tali pengikat” yang kuat antara sesama anak Tuhan. Di sini, Paulus menyadari bahwa mendoakan orang lain, terutama sesama saudara seiman, merupakan hak istimewa yang diberikan Tuhan kepada anak-anak-Nya. Mendoakan orang lain berarti menyatakan fungsi imam yang harus dikerjakan dalam kehidupan setiap anak Tuhan. Oleh sebab itu, dengan serius Paulus meminta (berdoa kepada Allah) bagi jemaat Kolose supaya mereka menerima segala hikmat dan pengetahuan yang benar untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna.

Doa adalah hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan kehidupan rohani seorang anak Tuhan. Mengapa? Karena: (1) kehidupan kita menjadi kehidupan yang layak dan berkenan dihadapan-Nya. Artinya, kita hidup dalam ketaatan dan penyerahan diri secara total, hanya kepada Allah; (2) kehidupan kita akan memberikan buah dalam segala pekerjaan yang baik, dan bertumbuh dalam pengetahuan tentang Allah yang benar. Pengenalan yang benar tentang Allah merupakan dasar yg penting bagi pertumbuhan rohani kita; (3) kehidupan kita akan dikuatkan dengan kekuatan yg berasal dari kuasa kemuliaan-Nya, sehingga kita dimampukan untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar; (4) kehidupan kita akan melimpah dengan ucapan syukur yang penuh sukacita pada Bapa yang melayakkan kita untuk mendapat bagian dalam apa yang telah ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam Kerajaan-Nya.

STUDI PRIBADI: Mengapa berdoa syafaat menjadi hak istimewa anak-anak Tuhan? Apakah manfaat dari doa syafaat bagi kehidupan anak-anak Tuhan?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi jemaat agar mereka suka berdoa syafaat dan tidak hanya berdoa bagi diri sendiri. Berdoalah pula agar melalui kehidupan doa syafaat yang dilakukan, mereka juga belajar mengasihi saudara seiman.

RENUNGAN (20 September 2011)

Tuhan, Aku Tidak Mengerti

Bacaan hari ini: Habakuk 1:12-17
“Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami.” (Habakuk 1:12)

Pada zaman Habakuk, orang Yehuda berbuat dosa begitu besar dan mereka tidak peduli lagi dengan Hukum Tuhan (1:2-4). Maka, Tuhan menyatakan bahwa Ia akan menghukum Yehuda dengan menggunakan bangsa Kasdim (1:5-11), suatu bangsa yang kuat, kejam dan mem-banggakan dirinya. Habakuk tidak mengerti, bagaimana mungkin Allah yang suci memakai bangsa yang jahat? Bukankah bila ditimbang-timbang, dosa orang Kasdim lebih besar dibandingkan dosa Yehuda? Bagaimana mungkin, orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia? Habakuk bertanya-tanya, mengapa bangsa yang tidak memuliakan Allah, justru yang dipakai oleh Allah?

Tetapi dalam hal ini, Habakuk telah melakukan langkah yang tepat. Ia tidak menjadi marah dan meninggalkan Tuhan karena kebingungannya tersebut. Ia justru kembali bergumul dengan Tuhan. Pengenalannya tentang Tuhan, tidak berubah. Ia tetap melihat Tuhan itu Mahakudus, Gunung Batu Israel; Tuhan tidak akan membinasakan umat perjanjian-Nya. Di sini kita belajar, bahwa Habakuk tetap memiliki iman yang teguh, sekalipun ia tidak mengerti secara rasional terhadap tindakan Allah tersebut.

Bagaimana dengan kita? Ada banyak peristiwa yang terjadi di sekitar hidup kita; bahkan, yang kita alami sendiri, yang tidak dapat kita mengerti, “mengapa hal itu harus terjadi?” Kita bertanya-tanya, mengapa Tuhan mengizinkan terjadinya hal-hal yang sepertinya sangat melukai anak-anak-Nya. Apakah peristiwa itu bisa menggoncangkan iman kita? Sebagaimana Habakuk yang tetap setia dan memuliakan Allah, kita juga mau untuk tetap setia dan berharap hanya kepada-Nya, sekalipun kita mengalami peristiwa buruk yang tidak bisa kita terima dengan akal sehat kita. Namun satu hal yg kita harus tahu, bahwa kasih Allah tidak berubah! Apa yang dikerjakan-Nya tidak pernah salah. Sebaliknya, ketika menghadapai kesulitan, janganlah ragu untuk menghampiri Tuhan dan bertanya kepada-Nya. Pandanglah Tuhan ketika jalan kita tampak sulit dipahami, sebab Allah selalu menjawab pergumulan kita.

STUDI PRIBADI: Apakah ketika Allah membiarkan kita mengalami peristiwa buruk, berarti bahwa Ia tidak mengasihi kita lagi? Jelaskan mengapa demikian?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi jemaat Tuhan agar mereka tidak mudah marah dan kecewa kepada Tuhan tatkala peristiwa buruk menimpa hidup mereka. Sebaliknya, mereka tetap setia dan bertumbuh dalam iman kepada-Nya.

RENUNGAN (19 september 2011)

Apakah Tuhan Berdiam Diri

Bacaan hari ini: Habakuk 1:5-11
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia...” (Roma 8:28)

Ketika kejahatan bekerja dengan bebas dan seolah-olah kuasanya tak terbatas, timbul suatu pertanyaan, “Di manakah Allah?” Apakah Allah tidak tahu, tidak mau tahu, atau tahu tetapi tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga segalanya berlangsung tak terkendali? Bagi Habakuk, Allah tidak seperti itu! Ia hanya mempertanyakan, kapan Allah akan menyatakan diri-Nya dalam situasi kebobrokan yg sedang terjadi di antara bangsa Yehuda (1:2-4). Sementara mempertanyakan hal itu, Tuhan menjawab dengan menyuruh Habakuk, “Lihat, Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu...” (ay. 5). Hal ini menunjukkan bahwa akan tiba saatnya di mana hukuman Allah dinyatakan dan vonis akan dijatuhkan pada para pembuat kejahatan. Demikian pula dengan dosa yang terjadi dalam kehidupan umat Yehuda, mereka akan dihukum oleh Allah. Hukuman itu diceritakan dengan “datangnya bangsa kuat” yang digambarkan dengan, “kudanya lebih cepat dari macan tutul, bangsa kejam yang keganasannya lebih daripada serigala, bangsa sombong yang mendewakan kekuatannya.”

Di sini kita melihat, Allah tidak berdiam diri dalam sejarah manusia dan kehidupan orang percaya. Allah sudah menentukan waktu-Nya dan akan menyatakan pekerjaan-Nya. Di tengah-tengah menurunnya moralitas masyarakat di sekitar kita, kejahatan dan korupsi yang merajalela, hukum diputarbalikkan, ingatlah, bahwa Tuhan tidak berdiam diri! Ia bekerja dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia, dan tidak ada satu perkara yang terlepas dari perhatian-Nya. Tuhan juga bekerja dalam kehidupan orang percaya, sehingga pada waktu dan saat yang telah ditentukan-Nya, Ia akan menya-takan kebenaran-Nya. Jika Ia melakukannya, maka tidak ada seorangpun yang dapat bersembunyi dari hukuman-Nya.

Karena itu, Tuhan lah sumber pengharapan kita. Janganlah kita takut, ketika mengalami kejahatan yang dilakukan oleh orang lain, sebab Tuhan akan menyatakan hukum-Nya, sehingga mereka tidak lagi dapat berdalih atau menyembunyikan kesalahannya. Berharaplah hanya kepada Allah di dalam segala situasi!

STUDI PRIBADI: Apakah kejahatan yang terjadi membuktikan bahwa Allah tidak mengetahuinya atau berdiam diri? Jelaskan!
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi orang-orang Kristen yang mengalami kejahatan dari pihak-pihak yg tidak bertanggung jawab, agar mereka tetap mau percaya bahwa Allah akan menyatakan pertolongan dan hukum-Nya.

RENUNGAN (18 september 2011)


Berserulah Kepada Allah
Bacaan hari ini: Habakuk 1:1-4
“Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” (Yeremia 29:7)

Nama “Habakuk” memiliki arti “memegang,” “mendekap,” “memeluk.” Beberapa penafsir mengatakan bahwa ia dinamai demikian karena adalah Habakuk mengasihi Allah dan bergumul dengan Allah.

Nabi Habakuk hidup pada masa Yoyakim, raja Yehuda—seorang raja yang jahat. Tentangnya dikatakan, ia membuat Yerusalem penuh dengan darah orang yang tidak bersalah (2Raj. 24:4). Sebagai seorang nabi Allah yang merindukan kekudusan dan keadilan Allah ditegakkan di tengah-tengah umat-Nya, yang nampak di mata Habakuk adalah penindasan, kejahatan, kelaliman, aniaya dan kekerasan, bahkan dikatakan bahwa hukum (Taurat) Tuhan sudah tidak berarti lagi.

Habakuk memulai tulisannya dengan sebuah doa. Tidak hanya sekadar ucapan tetapi sebuah seruan, bahkan teriakan. Hal ini menunjukkan bahwa pergumulan yang dihadapi Nabi Habakuk demikian berat, bahkan, tampaknya situasi tersebut berlangsung untuk waktu yang lama, sehingga ia berkata, “Berapa lama lagi, TUHAN?” Hubungannya yang dekat dengan Allah membuat ia peka dan tidak terima dengan dosa yang sedang merajalela. Hatinya meluap dengan kerinduan agar kekudusan dan keadilan Allah dapat dinyatakan pada Bangsa Yehuda. Oleh karena itu, Habakuk berseru-seru kepada Allah dan mengharapkan campur tangan Allah di tengah-tengah bangsanya tersebut.

Bagaimana dengan kita? Jika melihat keadaan sekitar kita; keluarga, kota kita dan bangsa kita, masihkah hati kita memiliki “kobaran semangat” seperti Habakuk, ataukah saat ini hati kita dingin dan tak peduli lagi dengan apa yang terjadi di sekitar kita? Marilah kita kembali mendekatkan diri kita kepada Tuhan, agar kasih-Nya memenuhi hati kita, sehingga sama seperti Habakuk, kita juga berseru kepada Allah bagi sekitar kita. Jika kita tidak lagi peka terhadap sekitar kita, mungkin ada masalah dalam relasi kita dengan Tuhan, sehingga kita tidak lagi dapat memahami isi hati-Nya. Janganlah menjadi umat Tuhan yang hanya memperhatikan diri sendiri. Marilah kita introspeksi diri dan menjadi berkat bagi sekitar kita!

STUDI PRIBADI: Mengapa Habakuk berseru-seru kepada Tuhan? Bagaimana seharusnya sikap orang Kristen, ketika mereka melihat kondisi sekitarnya?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi setiap orang Kristen agar mereka juga memiliki kepekaan terhadap kondisi lingkungan atau daerah di mana mereka tinggal, dan dapat menjadi berkat bagi orang lain.

RENUNGAN (17 september 2011)


Kerendahan Hati
Bacaan hari ini: Lukas 14:7-11
“Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 14:11)

Pada zaman itu, tempat duduk untuk tamu yang terhormat terletak di sebelah tuan rumahnya. Jika kita baca perikop singkat ini, kita akan mendapat gambaran bahwa ada orang-orang yang berlomba untuk duduk di tempat kehormatan tersebut. Yesus mengecam perbuatan seperti itu karena Yesus tahu apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Mereka sedang meninggikan diri mereka sendiri.

Lawan kata dari tinggi hati adalah rendah hati. Orang yang rendah hati berarti orang yang menghargai dirinya sesuai apa adanya ia, tidak lebih dan tidak kurang, dan tidak merendahkan orang lain. Rendah hati adalah buah dari hidup orang percaya dan harus melekat di dalam dirinya. Sama seperti Kristus yang rendah hati, seharusnya kita juga menjadi serupa dengan-Nya (Filipi 2:8).

Aspek sosial dari kerendahan hati ini akan mempengaruhi seorang pelayan dalam dua hal. Pertama, memandang orang lain lebih utama. Yang kedua, mengutamakan orang lain. Sebenarnya setiap orang percaya sama berharganya di mata Tuhan, dan juga merupakan manusia berdosa. Jika seorang Kristen memiliki sesuatu, itu semua karena anugerah dari Tuhan, sehingga tidak ada alasan bagi seseorang untuk menjadi sombong. Dalam kehidupan bergereja, ada banyak sekali keberagaman dari latar belakang budaya, ekonomi, pendidikan, suku, karakter, karunia rohani, pola pikir dan masih banyak lagi. Perbedaan tersebut akan menjadi potensi yang besar untuk menyulut perselisihan dan perpecahan di dalam tubuh Kristus, jika masing-masing pribadi ingin menonjolkan kepentingannya sendiri dan merasa diri, lebih unggul dari yang lain. Dalam hal ini, rendah hati menjadi perekat yang efektif.

Untuk menjadi rendah hati, tidaklah mudah. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menundukkan diri kepada Allah dalam Kristus, sehingga Roh Kudus akan memampukan kita untuk melewati proses ini. Proses ini memerlukan kerjasama antara Tuhan dengan kita. Maukah Anda menjadi serupa dengan Kristus dan menjadi orang yang rendah hati?

STUDI PRIBADI: Apakah merendahkan diri sama dengan rendah diri? Lalu, apakah artinya merendahkan diri? Berikan contoh sikap seorang yang merendahkan diri!
DOAKAN BERSAMA: Berdoa bagi setiap orang Kristen yang melayani Tuhan agar mereka menjadi pribadi yang meninggikan Tuhan bukan meninggikan diri mereka sendiri; dan mampu menjadi pribadi yang mengutamakan orang lain.